Rabu, 24 September 2014

Diskusi RUU Pilkada : Pilkada Lewat Pemilihan DPRD Membunuh Mandat Rakyat





Ketika masyarakat diberi mandat, justru memilih untuk tidak memilih dengan berbagai alasan. Saat mandat akan diwakilkan rakyat justru menolak. Hal itu muncul dalam diskusi pro-kontra RUU Pilkada bertajuk “Quo Vadis Penyelenggara Pemilu saat RUU Pilkada Disahkan” diselenggarakan Pusat Kajian Pemilihan Umum (PKPU) Sumut di Restoran HTT Jalan Mongonsidi Medan, Senin (22/9).
Kelemahan Pilkada langsung dan dipilih oleh DPRD mencuat dalam diskusi. Kelemahannya antara lain membutuhkan dana besar pada pelaksanaan pilkada langsung. Baik dana disiapkan oleh pemerintah, juga disiapkan oleh ‘petarung’ menuju kepala daerah. Kelemahan lain, pilkada langsung juga berpotensi terjadinya konflik vertikal antar massa pendukung dan politik uang semakin terbuka lebar.
Sedangkan pemilihan oleh DPRD, dari sisi pembiayaan semakin berkurang, karena tidak dibutuhkan biaya logistik dan penyelenggara sampai ke tingkat desa/kelurahan. Tentunya, kedua pendapat ini mendapat pro dan kontra dari peserta diskusi, yang pada prinsipnya menginginkan tegaknya.
“Pemilihan oleh DPRD itu tidak hanya sebuah kemunduran. Akan tetapi telah mencabut dan membunuh mandat dari rakyat,” ungkap praktisi hukum, Adi Mansar.
Pengacara yang berpengalaman di bidang kepemiluan ini mengatakan, memberikan hak kepada rakyat sebagaimana undang-undang 32 tahun 2004 sudah baik. Memberikan keputusan kepada rakyat. Jika pemilihan oleh DPRD, kekuasaan akan dipegang oleh orang-orang yang mampu menguasai kelompok-kelompok politik di DPRD.
“Bagaimana dengan politik uang dan berbagai pelanggaran?” pertanyaan dilontarkan tegus satria wira selaku moderator.
Mantan Ketua Panwas Kota Medan, M Aswin menilai bawak kedua metode Pilkada memiliki sisi baik dan buruk. terkait dengan politik uang dan berbagai kecurangan dalam Pilkada langsung, perlu penguatan dalam penyelenggara dan pengawas pemilu. Penguatan itu juga terkait dengan aturan dan kewenangan kepada lembaga itu.
Selain itu, perlu juga pendidikna politik kepada masyarakat tentang denmokrasi dan pengawasan demokrasi. Rakyat tidak hanya sebagai memilik hak memilih, akan tetapi juga sebagai pengawas pelaksanaan Pemilu.
Dia mengatakan, ketika masyarakat diberi mandat, justru memilih untuk tidak memilih dengan berbagai alasan. Satu diantara alasan golput (Golput — golongan putih) karena sudah cerdas danmerasa tidak ada yang pantas untuk dipilih. Namun, saat mandat itu akan dicabut, justru muncul protes, agar metode pemilihan tetap oleh rakyat.
Pimpinan Bawaslu Provinsi Sumatera Utara Aulia Andri yang turut hadir sebagai peserta mengatakan, bahwa penyelenggara pemilu — KPU dan Bawaslu/Panwaslu lahir sebagai penyelenggara pada setiap rezim Pemilu. Baik pemilu presiden, pemilu legislatif dan Pilkada.
“Akan banyak perubahan undang-undang dan peraturan, jika terjadi perubahan undang-undang, ketika terjadi perubahan metode pemilihan,” katanya dan ini akan berdampak pada penyelenggaraan Pilkada di beberapa daerah di seluruh Indonesia, khususnya bagi yang akan berakhir masa jabatan kepala daerahnya.
Sementara, dalam diskusi dukungan pilkada langsung lebih kuat daripada pilkada oleh DPRD. Kesimpulan awal diskusi bahwa  Pilkada langsung tetap dilaksanakan dengan catatan adanya berbagai perbaikan.
Mulai dari pembentukan penyelenggara, pembuatan aturan perundang-undangan dan pendidikan poliutik bagi masyarakat guna mengikis politik uang. Jika tetap dilksanakan oleh DPRD, dibutuhkan mekanisme yang jelas dan tegas terkait dengan penetapan calon, sehingga calon yang diusung bukan karena transaksi politik ataupun jual beli kursi, melainkan penilaian kualitas dan kemampuan calon yang akan dipilih.
Penggiat Pemilu dari PKPU, Joko Riskiyono mengatakan, diskusi dilaksanakan sebagai sebuah wadah untuk bertukar pikiran mengenai isu politik terkini. Tujuanya, memberikan sumbangan pemikiran demi perbaikan sistem demokrasi di Insonesia.
“Kita berharap, diskusi mengenai isu politik terikini dilaksanakan untuk memberikan masukan kepada rakyat. Kembali seperti yang disampaikan oleh peserta tadi, bahwa tujuan demokrasi itu untuk menyejahterakan rakyat. Jadi, apapun pembahasan di DPR sebagai pemegang mandat dalam pembentukan undang-undang, tetap bertujuan untuk menyejahterakan rakyat

Sumber : http://kpud-sumutprov.go.id/wp/?p=1508

Tidak ada komentar: